Selasa, 02 Februari 2016

Review Buku “Civic Culture” Karya Gabriel Almond dan Sidney Verba

Review Buku “Civic Culture” Karya Gabriel Almond dan Sidney Verba
Seiring dengan perkembangan zaman, adanya era globalisasi dengan kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi yang signifikan dan cepat membuat wajah perpolitikan dunia juga mengalami banyak perubahan. Bahkan sejak akhir Perang Dunia II, perpolitikan dunia mengalami banyak pergeseran yang memunculkan pola-pola sistem politik baru, seperti sistem yang partisipatoris dengan karakter dan budaya di dalamnya. Sistem partisipatoris ini tidak bisa dipisahkan dari adanya nilai-nilai demokrasi yang menyebar di seluruh dunia, hingga bisa disebut sebagai sistem politik universal dewasa ini. Namun, proses demokratisasi ini sendiri tidak berjalan tanpa masalah. Dalam tulisan Gabriel A. Almond dan Sidney Verba (1963) yang berjudul “Civic Culture” menjelaskan bahwa rangkaian peristiwa yang berlangsung sejak Perang Dunia II telah meninggalkan permasalahan tentang masa depan demokrasi pada skala dunia, serta bagaimana kebudayaan politik dilaksanakan di berbagai negara.
Almond dan Verba juga menjelaskan mengenai beberapa poin penting dalam kebudayaan politik demokrasi di beberapa negara. Poin pertama yang disampaikan adalah sifat kebudayaan demokratis itu sendiri. Ide-ide besar demokrasi adalah kebebasan individual dan prinsip pemerintahan dari rakyat. Oleh karena itu, partisipatoris menjadi penting untuk merealisasikan ide-ide besar tersebut, yaitu signifikansi peran serta rakyat dalam sistem politik. Demokrasi juga mempelajari tentang perilaku dan perasaan individu, sehingga faktor ini membuat demokrasi sukar untuk dipelajari (Almond & Verba, 1963). Poin kedua adalah demokrasi mengkonfrontasikan orang-orang dari belahan dunia lain, seringkali demokrasi terlalu ditekan dengan rasionalnya. Harold Laswell menyumbang ide, paling tidak ada 5 kriteria karakteristik manusia demokratis : (1) ego yang mau untuk “terbuka” dengan manusia lain, (2) kemauan untuk berbagi nilai dengan manusia lain, (3) percaya dan percaya diri dengan lingkungan pergaulannya, (4) mau menilai sesuatu dari banyak nilai, dan (5) bebas dari kegelisahan. Walaupun demikian, bukan berarti kriteria Laswell ini akan kokoh apabila dihadapkan dengan masyarakat lain, misalkan masyarakat dengan kebudayaan dan adatnya kuat yang umumnya tak demokratis.
Budaya politik (civic culture) sendiri merupakan suatu kultur yang tidak bersifat tradisional maupun modern, melainkan bagian dari keduanya. Maksudnya, budaya politik merupakan kebudayaan majemuk yang didasarkan pada komunikasi dan persuasi, budaya konsensus dan diversitas, serta adanya perubahan (Almond & Verba, 1963). Budaya politik ini juga erat kaitannya dengan sikap dan tingkah laku individu dalam sistem politik. Rokkan dan Campbell menilai bahwa masalah ini lebih fokus terhadap individu, sikap-sikap motivasi politiknya, atau lebih dikenal dengan teori pada level micropolitics. Micropolitics ini merupakan antithesis dari pendekatan riset macropolitics yang lebih banyak membicarakan mengenai struktur dan fungsi sistem-sistem politik, lembaga-lembaga politik, dan unit-unit politik serta pengaruhnya terhadap kebijakan umum (Almond & Verba, 1963). Namun, ketika penelitian dilakukan dengan meletakkan perhatian khusus terhadap kondisi psikologis yang mempengaruhi sikap-sikap para pemangku kebijakan atau wewenang dan otoritas, hal ini gagal untuk mengetahui pola hubungan antara tendensi psikologis individu dan kelompok dengan proses dan struktur politik. Oleh karena itu, Almond dan Verba (1963) menawarkan mata rantai penghubung antara makro dan mikro politik, yakni kebudayaan politik. Psikologi politik individu dan sistem politik dapat dihubungkan dengan cara menetapkan kecenderungan sikap dan tingkah laku dalam struktur politik dari sistem tersebut. Oleh karena itu, merujuk pada tulisan Almond dan Verba tersebut, penulis menyimpulkan bahwa teori Civic Culture yang terdapat dalam tulisan Almond dan Verba (1963) tersebut adalah teori level meso. Menurut Neuman, teori level meso adalah teori yang menghubungkan level mikro dan makro.
Studi perbandingan tentang kebudayaan politik dalam buku Almond dan Verba (1963) ini mencakup lima negara demokrasi, yaitu Amerika Srikat, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko. Kelima negara ini diambil sebagai sample penelitian karena memiliki pengalaman sejarah dan politik yang cukup luas. Amerika Serikat dan Inggris dipilih karena keduanya menunjukkan pemerintahan dengan sistem demokrasi yang sukses. Beberapa ahli politik mengkaju tentang politik Inggris dengan memberi tanggapan terhadap sikap-sikap tradisional dan otoritas di negara tersebut. Dalam perkembangan sejarah Inggris, budaya demokratis warga negaranya menekankan pada inisiatif dan partisipasi yang dibaurkan dengan kebudayaan politik lama yang menekankan pada kewajiban dan hak warga negara tersebut. Sementara pendapat lain mengatakan bahwa kebudayaan politik Inggris merujuk pada perpaduan antara rasa hormat terhadap otoritas dan hak-hak inisiatif warga negara. Sementara di Amerika Serikat, pemerintahan dijalankan secara berdaulat dan bebas tanpa adanya lembaga-lembaga tradisional maupun para aristrokat yang memiliki hak istimewa (Almond & Verba, 1963). Fungsi pemerintahan cenderung dibatasi, ada penolakan terhadap konsepsi fungsi pemerintahan yang bersifat otoritatif. Pola kekuasaan dalam sistem sosial di Amerika Serikat cenderung menekankan kompetensi dan partisipasi politik daripada kepatuhan terhadap kekuasaan yang sah. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa warga negara Inggris lebih mungkin memiliki orientasi subyek dan partisipasi yang setia dan bersatu dalam sistem politik daripada warga negara Amerika Serikat.
Sementara itu, Jerman dipilih sebagai salah satu sample penelitian karena secara relative telah mengalami masa pemerintahan yang efektif dalam jangka panjang dan sah sebelum diperkenalkannya demokrasi. Berbagai kegiatan yang melibatkan partisipasi demokrasi dilaksanakan pada akhir abad ke-19, serta pada masa pemerintahan Weimar budaya politik partisipan tidak pernah dikembangkan. Hampir sama dengan Inggris, Jerman memiliki penghormatan terhadap kekuasaan yang tumbuh dari pengalaman sebelum demokrasi berkembang disana dari pengalaman panjang dengan pemerintahan otoriter. Perbedaan Jerman dan Inggris adalah kontrol pemerintahan Jerman pada periode sebelum demokrasi jauh lebih utuh dan lengkap daripada Inggris.
Berbeda halnya dengan Italia dan Meksiko. Kedua negara tersebut diambil sebagai sample penelitian sebagai contoh masyarakat yang kurang maju dan memiliki sistem-sistem politik transisi. Dalam sejaah politik Italia, kebudayaan politik yang rasional tidak pernah dikembangkan. Sebelum Perang Dunia I, kekuasaan monarki sempat ditentang oleh Gereja, yaitu orang-orang Kristen menolak untuk memberikan persetujuan kepada negara baru dan menolak untuk berpartisipasi dalam proses-prosesnya. Selain itu, adanya rezim Fasis mengembangkan birokrasi dan pemerintahan yang penuh dengan pemaksaan fisik daripada pengembangan kebebasan berpendapat. Menurut Banfield, kebudayaan politik Italia terdiri atas unsur-unsur parochial yang sangat ekstrim. Kecenderungan demokrasi memang ada, namun lebih terpusat pada kekuatan kiri dan secara relative sangat lemah bila dibandingkan dengan kehendak dan tuntutan penolakan yang mempengaruhi sikap mayoritas warga Italia terhadap sistem politik mereka dalam semua aspeknya (Almond & Verba, 1963).
Meksiko dipilih sebagai salah satu sample penelitian sebagai contoh negara demokrasi yang terletak di luar kawasan atlantik. Sebelum terjadi revolusi, politik dan pemerintahan Meksiko sangat bersifat alienatif ekstraktif dengan struktur yang eksploitatif. Revolusi di Meksiko secara mendalam kemudian telah mempengaruhi struktur sosial dan politik yang mengarah pada demokrasi yang modern. Banyak warga Meksiko yang memandang revolusi sebagai alat demokratisasi dan modernisasi sosial ekonomi. Namun, Meksiko merupakan negara yang paling tidak modern dari negara-negara lainnya yang diambil sebagai sample, karena di Meksiko masih memiliki orientasi tradisional dan angka buta huruf yang masih sangat tinggi.
Hasil dari proses perbandingan lima budaya politik yang kontras tersebut secara garis besar adalah; Amerika Serikat dengan budaya politik patisipan dengan aktor-aktor politik yang percaya diri dan kompeten memilik pemimpin politik dan administrasi; Inggris dengan budaya politik yang diferensial; Jerman dengan keterlepasan politik dan kompetensi subyek dengan kepercayaan diri tentang sistem administrative; Italia dengan budaya politik alienasi dengan rasa percaya diri dan kompetensi yang rendah; Meksiko dengan rendahnya alienasi dan aspirasi, namun rasa percaya diri yang positif.
Proyek penelitian “Civic Culture” yang dilakukan oleh Gabriel Almond dan Sidney Verba pada 1963 ini dianggap sebagai groundbreaking dari ilmu sosial. Melalui proyek ini, kedua penulis menciptakan teori civic culturesebagai penjelasan dari keterlibatan warga negara dalam politik atau kurangnya partisipasi warga negara di negara-negara demokrasi. Penelitian ini juga merupakan upaya pertama untuk mengumpulkan dan menyusun partisipasi warga negara melalui pengukuran variabel secara sistematis dalam lima negara yang berbeda. Almond dan Verba melakukan survey di lima negara dengan 1000 sample di masing-masing negara. Mereka menmenyusun data dalam variabel ordinal dan interval, menyertakan konsistensi dan validitas dari metodologi kuantitatif. Dalam bukunya, Almond dan Verba juga melampirkan tabel statistic bersama dengan studi kasus individual dan metode diskriptif.
Variabel-variabel tersebut ditentukan berdasarkan survei cross-sectional,mengukur kualitas yang digunakan untuk menaksir tingkat partisipasi politik warga negara di Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko. Variabel-variabel yang digunakan antara lain; pengaruh pemerintah terhadap kehidupan sehari-hari dan kesadaran politik warga negara. Selain itu, penelitian dilakukan dengan masing-masing individu diberi pertanyaan tentang sikapnya terhadap orang lain, hubungan mereka satu sama lain, termasuk berbagai kegiatan sosial, keanggotaan organisasi, dan kegiatan politik yang diikuti (Almond & Verba, 1963). Kemudian, setiap jawaban para responden digeneralisir untuk merumuskan dan menggambarkan kerangka hubungan individu dalam sistem politik. Almond dan Verba juga menggunakan metodologi eksperimen daripada menyimpulkan teori dari sistem kelembagaan umum di negara-negara yang dibahas tersebut untuk memperoleh hasil yang valid dalam teori demokrasi yang ilmiah.
Metode perbandingan politik yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan Almond dan Verba adalah Most Similar Systems Design (MSSD), yaitu membandingkan beberapa kasus serupa yang hanya membedakan variabel dependent. MSSD membandingkan obyek-obyek yang sama dengan variabel-variabel yang sama di antara subyek-subyeknya dan mencoba untuk memahami mengapa hasilnya (outcome) berbeda di antara subyek-subyek tersebut. Dengan kata lain, dalam Most Similar Systems Design, yang menjadi pokok perhatian adalah persamaan-persamaan di antara negara atau kasus tertentu, dengan tujuan untuk melihat hal-hal yang berbeda. Dalam buku “Civic Culture” karya Almond dan Verba (1963) ada lima negara yang dibandingkan, yakni Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko untuk mengkaji dan membandingkan bagaimana kesusksesan demokrasi di masing-masing negara. Dengan menggunakan variabel-variabel yang sama, seperti peran pemerintah dan partisipasi warga negara dalam sistem politik, Almond dan Verba juga membahas asal-usul historis dari budaya politik dan fungsi budaya tersebut dalam proses perubahan sosial. Mereka membandingkan pola-pola perilaku politik di lima negara dan berpendapat bahwa sistem demokratis membutuhkan budaya politik yang mendorong partisipasi politik di semua negara. Hasilnya adalah Amerika Serikat dan Inggris merupakan negara-negara dengan penerapan demokrasi yang jauh lebih sukses dan unggul daripada Jerman, Italia, dan Meksiko. Perbedaan tersebut diperoleh dengan membandingkan latar belakang historis negara dan tingkat kesadaran warga negara untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik negara.
Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa dalam buku “Civic Culture” karya Gabriel Almond dan Sidney Verba (1963) dijelaskan bahwa budaya politik merujuk pada perilaku terhadap sistem politik dan bagian-bagiannya, serta perilaku diri terhadap sistem tersebut. Pertanyaannya adalah “Apakah pola perilaku politik bisa membantu perkembangan stabilitas demokrasi?” Almond dan Verba kemudian menyimpulkan bahwacivic culture merupakan percampuran budaya politik dimana individu tidak selalu sepenuhnya aktif maupun pasif. Untuk mengantisipasi kritik, Almond dan Verba kemudian menekankan bahwa penelitiannya tidak memuat kekuatan penjelas untuk menciptakan civic culture di negara-negara yang baru berdiri. Civic culture muncul di negara-negara Barat sebagai hasil dari perkembangan politik yang gradual, yaitu berdasarkan sejarah dan karakteristik budaya politik, yang meleburkan pola perilaku politik yang lama dengan yang modern.



1 komentar: