Review
Buku “Civic Culture” Karya Gabriel Almond dan Sidney Verba
Seiring dengan perkembangan zaman,
adanya era globalisasi dengan kemajuan teknologi, informasi, dan komunikasi yang
signifikan dan cepat membuat wajah perpolitikan dunia juga mengalami banyak
perubahan. Bahkan sejak akhir Perang Dunia II, perpolitikan dunia mengalami
banyak pergeseran yang memunculkan pola-pola sistem politik baru, seperti
sistem yang partisipatoris dengan karakter dan budaya di dalamnya. Sistem
partisipatoris ini tidak bisa dipisahkan dari adanya nilai-nilai demokrasi yang
menyebar di seluruh dunia, hingga bisa disebut sebagai sistem politik universal
dewasa ini. Namun, proses demokratisasi ini sendiri tidak berjalan tanpa
masalah. Dalam tulisan Gabriel A. Almond dan Sidney Verba (1963) yang berjudul
“Civic Culture” menjelaskan bahwa rangkaian peristiwa yang berlangsung sejak
Perang Dunia II telah meninggalkan permasalahan tentang masa depan demokrasi
pada skala dunia, serta bagaimana kebudayaan politik dilaksanakan di berbagai
negara.
Almond dan Verba juga menjelaskan
mengenai beberapa poin penting dalam kebudayaan politik demokrasi di beberapa
negara. Poin pertama yang disampaikan adalah sifat kebudayaan demokratis itu
sendiri. Ide-ide besar demokrasi adalah kebebasan individual dan prinsip
pemerintahan dari rakyat. Oleh karena itu, partisipatoris menjadi penting untuk
merealisasikan ide-ide besar tersebut, yaitu signifikansi peran serta rakyat
dalam sistem politik. Demokrasi juga mempelajari tentang perilaku dan perasaan
individu, sehingga faktor ini membuat demokrasi sukar untuk dipelajari (Almond
& Verba, 1963). Poin kedua adalah demokrasi mengkonfrontasikan orang-orang
dari belahan dunia lain, seringkali demokrasi terlalu ditekan dengan
rasionalnya. Harold Laswell menyumbang ide, paling tidak ada 5 kriteria
karakteristik manusia demokratis : (1) ego yang mau untuk “terbuka” dengan
manusia lain, (2) kemauan untuk berbagi nilai dengan manusia lain, (3) percaya
dan percaya diri dengan lingkungan pergaulannya, (4) mau menilai sesuatu dari
banyak nilai, dan (5) bebas dari kegelisahan. Walaupun demikian, bukan berarti
kriteria Laswell ini akan kokoh apabila dihadapkan dengan masyarakat lain,
misalkan masyarakat dengan kebudayaan dan adatnya kuat yang umumnya tak
demokratis.
Budaya politik (civic
culture) sendiri merupakan suatu kultur yang tidak bersifat
tradisional maupun modern, melainkan bagian dari keduanya. Maksudnya, budaya
politik merupakan kebudayaan majemuk yang didasarkan pada komunikasi dan
persuasi, budaya konsensus dan diversitas, serta adanya perubahan (Almond &
Verba, 1963). Budaya politik ini juga erat kaitannya dengan sikap dan tingkah
laku individu dalam sistem politik. Rokkan dan Campbell menilai bahwa masalah
ini lebih fokus terhadap individu, sikap-sikap motivasi politiknya, atau lebih
dikenal dengan teori pada level micropolitics. Micropolitics ini
merupakan antithesis dari pendekatan riset macropolitics yang
lebih banyak membicarakan mengenai struktur dan fungsi sistem-sistem politik,
lembaga-lembaga politik, dan unit-unit politik serta pengaruhnya terhadap
kebijakan umum (Almond & Verba, 1963). Namun, ketika penelitian dilakukan
dengan meletakkan perhatian khusus terhadap kondisi psikologis yang
mempengaruhi sikap-sikap para pemangku kebijakan atau wewenang dan otoritas,
hal ini gagal untuk mengetahui pola hubungan antara tendensi psikologis
individu dan kelompok dengan proses dan struktur politik. Oleh karena itu,
Almond dan Verba (1963) menawarkan mata rantai penghubung antara makro dan
mikro politik, yakni kebudayaan politik. Psikologi politik individu dan sistem
politik dapat dihubungkan dengan cara menetapkan kecenderungan sikap dan
tingkah laku dalam struktur politik dari sistem tersebut. Oleh karena itu,
merujuk pada tulisan Almond dan Verba tersebut, penulis menyimpulkan bahwa
teori Civic Culture yang terdapat dalam tulisan Almond dan
Verba (1963) tersebut adalah teori level meso. Menurut Neuman, teori level meso
adalah teori yang menghubungkan level mikro dan makro.
Studi perbandingan tentang
kebudayaan politik dalam buku Almond dan Verba (1963) ini mencakup lima negara
demokrasi, yaitu Amerika Srikat, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko. Kelima
negara ini diambil sebagai sample penelitian karena memiliki pengalaman sejarah
dan politik yang cukup luas. Amerika Serikat dan Inggris dipilih karena
keduanya menunjukkan pemerintahan dengan sistem demokrasi yang sukses. Beberapa
ahli politik mengkaju tentang politik Inggris dengan memberi tanggapan terhadap
sikap-sikap tradisional dan otoritas di negara tersebut. Dalam perkembangan
sejarah Inggris, budaya demokratis warga negaranya menekankan pada inisiatif
dan partisipasi yang dibaurkan dengan kebudayaan politik lama yang menekankan pada
kewajiban dan hak warga negara tersebut. Sementara pendapat lain mengatakan
bahwa kebudayaan politik Inggris merujuk pada perpaduan antara rasa hormat
terhadap otoritas dan hak-hak inisiatif warga negara. Sementara di Amerika
Serikat, pemerintahan dijalankan secara berdaulat dan bebas tanpa adanya
lembaga-lembaga tradisional maupun para aristrokat yang memiliki hak istimewa
(Almond & Verba, 1963). Fungsi pemerintahan cenderung dibatasi, ada
penolakan terhadap konsepsi fungsi pemerintahan yang bersifat otoritatif. Pola
kekuasaan dalam sistem sosial di Amerika Serikat cenderung menekankan
kompetensi dan partisipasi politik daripada kepatuhan terhadap kekuasaan yang
sah. Oleh karena itu, bisa disimpulkan bahwa warga negara Inggris lebih mungkin
memiliki orientasi subyek dan partisipasi yang setia dan bersatu dalam sistem
politik daripada warga negara Amerika Serikat.
Sementara itu, Jerman dipilih
sebagai salah satu sample penelitian karena secara relative telah mengalami
masa pemerintahan yang efektif dalam jangka panjang dan sah sebelum
diperkenalkannya demokrasi. Berbagai kegiatan yang melibatkan partisipasi
demokrasi dilaksanakan pada akhir abad ke-19, serta pada masa pemerintahan
Weimar budaya politik partisipan tidak pernah dikembangkan. Hampir sama dengan
Inggris, Jerman memiliki penghormatan terhadap kekuasaan yang tumbuh dari
pengalaman sebelum demokrasi berkembang disana dari pengalaman panjang dengan
pemerintahan otoriter. Perbedaan Jerman dan Inggris adalah kontrol pemerintahan
Jerman pada periode sebelum demokrasi jauh lebih utuh dan lengkap daripada
Inggris.
Berbeda halnya dengan Italia dan
Meksiko. Kedua negara tersebut diambil sebagai sample penelitian sebagai contoh
masyarakat yang kurang maju dan memiliki sistem-sistem politik transisi. Dalam
sejaah politik Italia, kebudayaan politik yang rasional tidak pernah
dikembangkan. Sebelum Perang Dunia I, kekuasaan monarki sempat ditentang oleh
Gereja, yaitu orang-orang Kristen menolak untuk memberikan persetujuan kepada
negara baru dan menolak untuk berpartisipasi dalam proses-prosesnya. Selain
itu, adanya rezim Fasis mengembangkan birokrasi dan pemerintahan yang penuh
dengan pemaksaan fisik daripada pengembangan kebebasan berpendapat. Menurut
Banfield, kebudayaan politik Italia terdiri atas unsur-unsur parochial yang
sangat ekstrim. Kecenderungan demokrasi memang ada, namun lebih terpusat pada
kekuatan kiri dan secara relative sangat lemah bila dibandingkan dengan
kehendak dan tuntutan penolakan yang mempengaruhi sikap mayoritas warga Italia
terhadap sistem politik mereka dalam semua aspeknya (Almond & Verba, 1963).
Meksiko dipilih sebagai salah satu
sample penelitian sebagai contoh negara demokrasi yang terletak di luar kawasan
atlantik. Sebelum terjadi revolusi, politik dan pemerintahan Meksiko sangat bersifat
alienatif ekstraktif dengan struktur yang eksploitatif. Revolusi di Meksiko
secara mendalam kemudian telah mempengaruhi struktur sosial dan politik yang
mengarah pada demokrasi yang modern. Banyak warga Meksiko yang memandang
revolusi sebagai alat demokratisasi dan modernisasi sosial ekonomi. Namun,
Meksiko merupakan negara yang paling tidak modern dari negara-negara lainnya
yang diambil sebagai sample, karena di Meksiko masih memiliki orientasi
tradisional dan angka buta huruf yang masih sangat tinggi.
Hasil dari proses perbandingan lima
budaya politik yang kontras tersebut secara garis besar adalah; Amerika Serikat
dengan budaya politik patisipan dengan aktor-aktor politik yang percaya diri
dan kompeten memilik pemimpin politik dan administrasi; Inggris dengan budaya
politik yang diferensial; Jerman dengan keterlepasan politik dan kompetensi
subyek dengan kepercayaan diri tentang sistem administrative; Italia dengan
budaya politik alienasi dengan rasa percaya diri dan kompetensi yang rendah;
Meksiko dengan rendahnya alienasi dan aspirasi, namun rasa percaya diri yang
positif.
Proyek penelitian “Civic Culture”
yang dilakukan oleh Gabriel Almond dan Sidney Verba pada 1963 ini dianggap
sebagai groundbreaking dari ilmu sosial. Melalui proyek ini,
kedua penulis menciptakan teori civic culturesebagai penjelasan
dari keterlibatan warga negara dalam politik atau kurangnya partisipasi warga
negara di negara-negara demokrasi. Penelitian ini juga merupakan upaya pertama
untuk mengumpulkan dan menyusun partisipasi warga negara melalui pengukuran
variabel secara sistematis dalam lima negara yang berbeda. Almond dan Verba
melakukan survey di lima negara dengan 1000 sample di masing-masing negara.
Mereka menmenyusun data dalam variabel ordinal dan interval, menyertakan
konsistensi dan validitas dari metodologi kuantitatif. Dalam bukunya, Almond
dan Verba juga melampirkan tabel statistic bersama dengan studi kasus
individual dan metode diskriptif.
Variabel-variabel tersebut
ditentukan berdasarkan survei cross-sectional,mengukur kualitas
yang digunakan untuk menaksir tingkat partisipasi politik warga negara di
Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Italia, dan Meksiko. Variabel-variabel yang
digunakan antara lain; pengaruh pemerintah terhadap kehidupan sehari-hari dan
kesadaran politik warga negara. Selain itu, penelitian dilakukan dengan
masing-masing individu diberi pertanyaan tentang sikapnya terhadap orang lain,
hubungan mereka satu sama lain, termasuk berbagai kegiatan sosial, keanggotaan
organisasi, dan kegiatan politik yang diikuti (Almond & Verba, 1963).
Kemudian, setiap jawaban para responden digeneralisir
untuk merumuskan dan menggambarkan kerangka hubungan individu dalam sistem
politik. Almond dan Verba juga menggunakan metodologi eksperimen daripada
menyimpulkan teori dari sistem kelembagaan umum di negara-negara yang dibahas
tersebut untuk memperoleh hasil yang valid dalam teori demokrasi yang ilmiah.
Metode perbandingan politik yang
digunakan dalam penelitian yang dilakukan Almond dan Verba adalah Most
Similar Systems Design (MSSD), yaitu membandingkan beberapa kasus
serupa yang hanya membedakan variabel dependent. MSSD
membandingkan obyek-obyek yang sama dengan variabel-variabel yang sama di
antara subyek-subyeknya dan mencoba untuk memahami mengapa hasilnya (outcome) berbeda
di antara subyek-subyek tersebut. Dengan kata lain, dalam Most Similar
Systems Design, yang menjadi pokok perhatian adalah
persamaan-persamaan di antara negara atau kasus tertentu, dengan tujuan untuk
melihat hal-hal yang berbeda. Dalam buku “Civic Culture” karya Almond dan Verba
(1963) ada lima negara yang dibandingkan, yakni Amerika Serikat, Inggris,
Jerman, Italia, dan Meksiko untuk mengkaji dan membandingkan bagaimana
kesusksesan demokrasi di masing-masing negara. Dengan menggunakan variabel-variabel
yang sama, seperti peran pemerintah dan partisipasi warga negara dalam sistem
politik, Almond dan Verba juga membahas asal-usul historis dari budaya politik
dan fungsi budaya tersebut dalam proses perubahan sosial. Mereka membandingkan
pola-pola perilaku politik di lima negara dan berpendapat bahwa sistem
demokratis membutuhkan budaya politik yang mendorong partisipasi politik di
semua negara. Hasilnya adalah Amerika Serikat dan Inggris merupakan
negara-negara dengan penerapan demokrasi yang jauh lebih sukses dan unggul
daripada Jerman, Italia, dan Meksiko. Perbedaan tersebut diperoleh dengan
membandingkan latar belakang historis negara dan tingkat kesadaran warga negara
untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik negara.
Dari penjelasan di atas, penulis
menyimpulkan bahwa dalam buku “Civic Culture” karya Gabriel Almond dan Sidney
Verba (1963) dijelaskan bahwa budaya politik merujuk pada perilaku terhadap
sistem politik dan bagian-bagiannya, serta perilaku diri terhadap sistem
tersebut. Pertanyaannya adalah “Apakah pola perilaku politik bisa membantu
perkembangan stabilitas demokrasi?” Almond dan Verba kemudian menyimpulkan
bahwacivic culture merupakan percampuran budaya politik dimana
individu tidak selalu sepenuhnya aktif maupun pasif. Untuk mengantisipasi
kritik, Almond dan Verba kemudian menekankan bahwa penelitiannya tidak memuat
kekuatan penjelas untuk menciptakan civic culture di
negara-negara yang baru berdiri. Civic culture muncul di
negara-negara Barat sebagai hasil dari perkembangan politik yang gradual, yaitu
berdasarkan sejarah dan karakteristik budaya politik, yang meleburkan pola
perilaku politik yang lama dengan yang modern.






gan boleh bagi pdf an buku nya gan? saya beli deh
BalasHapus