Selasa, 02 Februari 2016

Penjelasan Teori Konflik

PENGERTIAN TEORI KONFLIK

Simulasi Teori Konflik Ibarat Mengadu Bidak Catur
Teori adalah seperangkat pernyataan-pernyataan yang secara sistematis berhubungan atau sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang saling kait-mengait yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atas fenomena yang ada dengan menunjukkan hubungan yang khas di antara variabel-variabel dengan maksud memberikan eksplorasi dan prediksi. Di samping itu, ada yang menyatakan bahwa teori adalah sekumpulan pernyataan yang mempunyai kaitan logis, yang merupakan cermin dari kenyataan yang ada mengenai sifat-sifat suatu kelas, peristiwa atau suatu benda.

Teori harus mengandung konsep, pernyataan (statement), definisi, baik itu definisi teoretis maupun operasional dan hubungan logis yang bersifat teoretis dan logis antara konsep tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam teori di dalamnya harus terdapat konsep, definisi dan proposisi, hubungan logis di antara konsep-konsep, definisi-definisi dan proposisi-proposisi yang dapat digunakan untuk eksplorasi dan prediksi.
Suatu teori dapat diterima dengan dua kriteria pertama, yaitu kriteria ideal, yang menyatakan bahwa suatu teori akan dapat diakui jika memenuhi persyaratan. Kedua, yaitu kriteria pragmatis yang menyatakan bahwa ide-ide itu dapat dikatakan sebagai teori apabila mempunyai paradigma, kerangka pikir, konsep-konsep, variabel, proposisi, dan hubungan antara konsep dan proposisi.
Konflik secara etimologis adalah pertengkaran, perkelahian, perselisihan tentang pendapat atau keinginan; atau perbedaan; pertentangan berlawanan dengan; atau berselisih dengan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) konflik mempunyai arti percekcokan; perselisiah; dan pertentangan. Sedangkan menurut kamus sosiologi konflik bermakna the overt struggle between inthviduals or groups within a society, or between nation states, yakni pertentangan secara terbuka antara individu-individu atau kelompok-kelompok di dalam masyarakat atau antara bangsa-bangsa.

Dengan demikian yang dimaksud dengan teori konflik adalah any theory or collection of theories that emphasizes the role of conflict, especially between groups and classes, in human societies (beberapa teori atau sekumpulan teori yang menjelaskan tentang peranan konflik, terutama antara kelompok-kelompok dan kelas-kelas dalam kehidupan sosial masyarakat.

TOKOH-TOKOH TEORI KONFLIK
Tokoh-tokoh teori konflik terbagi ke dalam dua fase yakni tokoh sosiologi klasik dan tokoh sosiologi modern. Adapun tokoh-tokoh teori konflik sosiologi klasik adalah sebagai berikut:
  • Polybus

Polybus lahir pada tahun 167 SM. Teori konflik yang dikemukakan oleh Polybus bertolak dari keinginan manusian membentuk suatu komunitas sehingga teori konflik yang dikemukakan polybus diformulasikan sebagai berikut:
Monarki atau sistem pemerintahan dengan penguasa tunggal adalah kekuasaan terkuat yang merupakan bentuk pertama komunitas manusia.
Transisi dari sistem pemerintahan penguasa tunggal yang didasarkan pada kekuasaan atau kekuatan, kingship (negara dalam sebuah kerajaan) kepada kekuasaan yang didasarkan pada keadilan dan wewenang yang sah.
  • Ibnu Khaldun

Nama lengkapnya adalah Abu Zaid ‘Abdul Rahman Ibn Khaldun dilahirkan di Tunisia pada tahun 1332 Masehi. Ibnu Khaldun adalah Sosiolog sejati. Hal ini didasarkan pada pernyataannya tentang beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan peristiwa-peristiwa sosial dan peristiwa-peristiwa sejarah. Prinsip yang sama juga dijumpai dalam analisis Ibnu Khaldun terhadap timbul dan tenggelamnya Negara-negara.
  • Nicolo  Machiavelli

Nicolo Machiavelli adalah seorang berkebangsaan Italia (1469-1527). Menurut Machiavelli pada awalnya manusia hidup liar bagaikan binatang buas, ketika ras manusia semakin meningkat jumlahnya mulai dirasakan kebutuhan akan adanya hubungan dan kebutuhan pertahananan untuk menentang satu dengan yang lainnya dan memilih seseorang yang sangat kuat dan berani untuk dijadikan sebagai pemimpin mereka yang harus dipatuhinya. Kemudian mereka mengenal baik dan buruk dan dapat membedakan mana yang baik dan yang jahat.
  •  Jean Bodin

Inti pemikiran Jean Bodin pada konsepsi titah kedaulatan sebagai esensi dari masyarakat sipil. Namun demikian, kedaulatan tidak pernah bisa dipisahkan dari prerogative formal. Hukum diperlakukan sebagai titah kedaulatan. Hukum adat dipandang sah apabila didukung oleh kedaulatan, karena kedaulatan memiliki wewenang tak terhingga untuk membuat hukum.
  • Thomas Hobbes

Teori konflik yang dikemukakan oleh Thomas Hobbes adalah bahwa pada dasarnya dorongan utama dari tindakan manusia diformulasikan sebagai berikut: pada tingkatan pertama manusia dengan keinginannya terus-menerus dan kegelisahannya akan kekuasaan setelah berkuasa, artinya rasa ingin berkuasa akan berhenti bilamana sudah masuk liang kubur. Hal ini terwujud dalam dua hal, seorang raja dan problematikanya karena keinginan untuk berkuasa adalah sesuatu hal yang tak pernah mengalami kepuasan.
Adapun tokoh sosiologi modern yang mengemukakan tentang teori konflik adalah sebagai berikut:
  • Karl Marx

Karl Marx berpendapat bahwa Konflik kelas diambil sebagai titik sentral dari masyarakat. Konflik antara kaum kapitalis dan proletar adalah sentral di masyarakat. Segala macam konflik mengasumsikan bentuk dari peningkatan konsolidasi terhadap kekacauan. Kaum kapitalis telah mengelompokkan populasi pada segelintir orang saja. Kaum borjuis telah menciptakan kekuatan produktif dari semua generasi dalam sejarah sebelumnya. Tetapi kelas-kelas itu juga berlawanan antara satu dengan yang lainnya. Masyarakat menjadi terpecah ke dalam dua kelas besar yaitu borjuis dan proletar.
Dasar analisis kalangan marxis adalah konsep kekuatan politik sebagai pembantu terhadap kekuatan kelas dan perjuangan politik sebagai bentuk khusus dari perjuangan kelas. Struktur administratif negara modern adalah sebuah komite yang mengatur urusan sehari-hari kaum borjuis. Sebuah bagian dari produksi umum membuat jalan masa depan bagi konflik-konflik ini. Hal itu memperkirakan bahwa kelas menengah pada akhirnya akan hilang. Pedagang, perajin masuk ke dalam golongan proletar sebab modal kecil tidak dapat bersaing dengan modal besar. Sehingga proletar direkrut dari semua kelas populasi. Perbedaan antara kaum buruh/pekerja kemudian akan terhapus. Kaum pekerja akan memulai bentuk kombinasi. Konflik akan sering muncul di antara dua kelas ini. Kaum buruh memulainya dengan bentuk perlawanan koalisi borjuis agar upah mereka terjaga. Mereka membentuk perkumpulan yang kuat dan dapat memberikan dukungan kepada mereka ketika perjuangan semakin menguat. Bagian dari proletar dengan unsur-unsur pencerahan dan kemajuan, peningkatan potensial secara revolusioner.
  • Lewis A. Coser

Konflik dapat merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan, penyatuan dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menempatkan dan menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok.Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur ke dalam dunia sosial sekelilingnya.
Seluruh fungsi positif konflik tersebut dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain. Misalnya, pengesahan pemisahan gereja kaum tradisional (yang memepertahankan praktik- praktik ajaran katolik pra- Konsili Vatican II) dan gereja Anglo- Katolik (yang berpisah dengan gereja Episcopal mengenai masalah pentahbisan wanita). Perang yang terjadi bertahun- tahun yang terjadi di Timur Tengah telah memperkuat identitas kelompok Negara Arab dan Israel.
Coser melihat katup penyelamat berfungsi sebagai jalan ke luar yang meredakan permusuhan, yang tanpa itu hubungan- hubungan di antara pihak-pihak yang bertentangan akan semakin menajam. Katup Penyelamat (savety-value) ialah salah satu mekanisme khusus yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelompok dari kemungkinan konflik sosial. Katup penyelamat merupakan sebuah institusi pengungkapan rasa tidak puas atas sebuah sistem atau struktur.
  • Ralf Dahrendorf

Sejarah Awal
Bukan hanya Coser saja yang tidak puas dengan pengabaian konflik dalam pembentukan teori sosiologi. Segera setelah penampilan karya Coser, seorang ahli sosiologi Jerman bernama Ralf Dahrendorf menyadur teori kelas dan konflik kelasnya ke dalam bahasa inggris yang sebelumnya berbahasa Jerman agar lebih mudah difahami oleh sosiolog Amerika yang tidak faham bahasa Jerman saat kunjungan singkatnya ke Amerika Serikat (1957- 1958). Dahrendorf tidak menggunakan teori Simmel melainkan membangun teorinya dengan separuh penerimaan, separuh penolakan, serta memodifikasi teori sosiologi Karl Marx. Seperti halnya Coser, Ralf Dahrendorf mula- mula melihat teori konflik sebagai teori parsial, menganggap teori tersebut merupakan perspektif yang dapat dipakai untuk menganalisa fenomena sosial. Ralf Dahrendorf menganggap masyarakat bersisi ganda, memiliki sisi konflik dan sisi kerja sama.
Inti Pemikiran
Ralf Dahrendorf adalah tokoh utama yang berpendirian bahwa masyarakat mempunyai dua wajah yakni konflik dan konsensus. Sehingga teori sosiologi harus dibagi dua bagian: teori konflik dan teori konsensus. Teoritisi konsensus harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat dan teoriritis konflik harus menguji konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat bersama dihadapan tekanan tersebut. Dahrendorf mengakui bahwa terbentuknya sebuah masyarakat tidak akan terlepas dari adanya dua unsur yakni konsensus dan konflik yang menjadi persyaratan satu sama lainnya.

FUNGSI-FUNGSI KONFLIK

Kritik yang dilancarkan terhadap teori konflik dan fungsionalisme struktural maupun kekurangan yang melekat di dalam masing-masing teori itu, menimbulkan beberapa upaya untuk mengatasi masalahnya dengan merekonsiliasi atau mengintegrasikan kedua teori tersebut. Asumsinya adalah bahwa dengan kombinasi maka kedua teori tersebut itu akan menjadi lebih kuat ketimbang masing-masing berdiri sendiri. Karya paling terkenal yang mencoba mengintegrasikan kedua perspektif ini berasal dari Lewis A Coser, The Function of Social Conflict.
Menurut Lewis A. Coser bahwa konflik mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut:
  • Konflik dapat membantu mengeratkan ikatan kelompok yang berstruktur secara longgar. Masyarakat yang mengalami disintegrasi atau berkonflik dengan masyarakat lain, dapat memperbaiki kepaduan integrasi.
  • Konflik dapat membantu menciptakan kohesi melalui aliansi dengan kelompok lain. Contoh, konflik antara bangsa Arab dan Israel akan menimbulkan aliansi antara Israel dan Amerika Serikat. Sehingga berkurangnya konflik Israel dengan Arab mungkin dapat memperlemah hubungan antara Israel dan Amerika Serikat.
  • Konflik dapat membantu mengaktifkan peran individu yang semula terisolasi. Protes terhadap perang Vietnam memotivasi kalangan anak muda untuk pertama kali berperan dalam kehidupan politik di Amerika. Dengan berakhirnya konflik Vietnam muncul kembali semangat apatis dikalangan pemuda Amerika.
  • Konflik juga dapat membantu fungsi komunikasi. Sebelum konflik, kelompok-kelompok mungkin tidak percaya terhadap posisi musuh mereka, tetapi akibat konflik, posisi dan batas antar kelompok ini sering menjadi diperjelas. Oleh karena itu individu bertambah mampu memutuskan untuk mengambil tindakan yang tepat dalam hubungannya dengan musuh mereka. Konflik juga memungkinkan pihak yang bertikai menemukan ide yang lebih baik mengenai kekuatan relatif mereka dan meningkatkan kemungkinan untuk saling mendekati atau saling berdamai.


MANAJEMEN KONFLIK

Manajemen konflik merupakan serangkaian aksi dan reaksi antara pelaku maupun pihak luar dalam suatu konflik. Manajemen konflik termasuk pada suatu pendekatan yang berorientasi pada proses yang mengarahkan pada bentuk komunikasi (termasuk tingkah laku) dari pelaku maupun pihak luar dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan (interests) dan interpretasi. Bagi pihak luar (di luar yang berkonflik) sebagai pihak ketiga, yang diperlukannya adalah informasi yang akurat tentang situasi konflik. Hal ini karena komunikasi efektif di antara pelaku dapat terjadi jika ada kepercayaan terhadap pihak ketiga.
Menurut Ross bahwa manajemen konflik merupakan langkah-langkah yang diambil para pelaku atau pihak ketiga dalam rangka mengarahkan perselisihan ke arah hasil tertentu yang mungkin atau tidak mungkin menghasilkan suatu akhir berupa penyelesaian konflik dan mungkin atau tidak mungkin menghasilkan ketenangan, hal positif, kreatif, bermufakat, atau agresif. Manajemen konflik dapat melibatkan bantuan diri sendiri, kerjasama dalam memecahkan masalah (dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga) atau pengambilan keputusan oleh pihak ketiga. Suatu pendekatan yang berorientasi pada proses manajemen konflik menunjuk pada pola komunikasi (termasuk perilaku) para pelaku dan bagaimana mereka mempengaruhi kepentingan dan penafsiran terhadap konflik.
Fisher menggunakan istilah transformasi konflik secara lebih umum dalam menggambarkan situasi secara keseluruhan.
  • Pencegahan Konflik, bertujuan untuk mencegah timbulnya konflik yang keras.
  • Penyelesaian Konflik, bertujuan untuk mengakhiri perilaku kekerasan melalui persetujuan damai.
  • Pengelolaan Konflik, bertujuan untuk membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan perilaku positif bagi pihak-pihak yang terlibat.
  • Resolusi Konflik, menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru dan yang bisa tahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan.
  • Transformasi Konflik, mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.

Tahapan-tahapan diatas merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan dalam mengelola konflik. Sehingga masing-masing tahap akan melibatkan tahap sebelumnya misalnya pengelolaan konflik akan mencakup pencegahan dan penyelesaian konflik.

Sementara Minnery menyatakan bahwa manajemen konflik merupakan proses, sama halnya dengan perencanaan kota merupakan proses. Minnery juga berpendapat bahwa proses manajemen konflik perencanaan kota merupakan bagian yang rasional dan bersifat iteratif, artinya bahwa pendekatan model manajemen konflik perencanaan kota secara terus menerus mengalami penyempurnaan sampai mencapai model yang representatif dan ideal. Sama halnya dengan proses manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, bahwa manajemen konflik perencanaan kota meliputi beberapa langkah yaitu: penerimaan terhadap keberadaan konflik (dihindari atau ditekan/didiamkan), klarifikasi karakteristik dan struktur konflik, evaluasi konflik (jika bermanfaat maka dilanjutkan dengan proses selanjutnya), menentukan aksi yang dipersyaratkan untuk mengelola konflik, serta menentukan peran perencana sebagai partisipan atau pihak ketiga dalam mengelola konflik. Keseluruhan proses tersebut berlangsung dalam konteks perencanaan kota dan melibatkan perencana sebagai aktor yang mengelola konflik baik sebagai partisipan atau pihak ketiga.
  • Teori-teori Konflik

Teori-teori utama mengenai sebab-sebab konflik adalah:
Teori Hubungan Masyarakat
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat.
Sasaran: meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok yang mengalami konflik, serta mengusahakan toleransi dan agar masyarakat lebih bisa saling menerima keragaman yang ada didalamnya.
Teori Kebutuhan Manusia
Menganggap bahwa konflik yang berakar disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Hal yang sering menjadi inti pembicaraan adalah keamanan, identitas, pengakuan, partisipasi, dan otonomi.
Sasaran: mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi, serta menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan itu.
Teori Negosiasi Prinsip
Menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik.
Sasaran: membantu pihak yang berkonflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah dan isu dan memampukan mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan mereka daripada posisi tertentu yang sudah tetap. Kemudian melancarkan proses kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak atau semua pihak.
Teori Identitas
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan.
Sasaran: melalui fasilitas lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, sehingga dapat mengidentifikasi ancaman dan ketakutan di antara pihak tersebut dan membangun empati dan rekonsiliasi di antara mereka.
Teori Kesalahpahaman Antarbudaya
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara berbagai budaya yang berbeda.
Sasaran: menambah pengetahuan kepada pihak yang berkonflik mengenai budaya pihak lain, mengurangi streotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain, meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.
Teori Transformasi Konflik
Berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah sosial, budaya dan ekonomi.
Sasaran: mengubah struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan termasuk kesenjangan ekonomi, meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang di antar pihak yang berkonflik, mengembangkan proses dan sistem.

Sekian dan Terimakasih
Semoga Bermanfaat.

0 komentar:

Posting Komentar